REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pendapatan negara dari cukai rokok, ternyata tak sebanding dengan nilai kerugian yang ditimbulkan karena merokok. Pada 2012, pendapatan negara dari cukai, hanya sebesar Rp 55 triliun. Namun, kerugiannya mencapai Rp 254,41 triliun.
Kerugian tersebut, rinciannya adalah uang yang dikeluarkan untuk pembelian rokok Rp 138 triliun, biaya perawatan medis rawat inap dan jalan Rp 2,11 triliun, kehilangan produktivitas akibat kematian prematur dan morbiditas maupun disabilitas Rp 105,3 triliun.
''Kami sedang memikirkan, saat pemberlakuan BPJS nanti, penyakit akibat rokok ini dicover atau tidak,'' ujar Wakil Menteri Kesehatan, Ali Gufron Mukti, di acara Focus Group Discussion dengan tema Dilema APBN untuk Membiayai Penyakit Terkait Rokok dalam Perspektif Asas Keadilan, Kamis (19/9).
Menurut Ali, untuk tahun ini masyarakat yang sakit karena rokok masih dibiayai oleh pemerintah. Namun, mulai 1 januari 2014, pemerintah masih membahas apakah penyakit yang disebabkan merokok tersebut akan dijamin juga atau tidak. ''Jadi, kami menerima input. Yang kita inginkan pembiayaannya secara adil dan tidak membebani APBN,'' katanya.
Ali mengatakan, dalam diskusi sempat muncul wacana sin tex atau pajak penghapusan dosa dengan menaikkan cukai rokok. Konsep ini, sudah diberlakukan di luar negeri seperti Filipina dan Thailand. ''Apa pun nanti keputusannya, yang penting ada jalan keluar untuk penyakit akibat rokok ini,'' katanya.
Sementara menurut Anggota DPR Komisi IX yang juga anggota Badan Anggaran, Surya Chandra Surapaty, pendapatan dari cukai rokok sebesar Rp 55 triliun, seolah tak ada artinya. Karena, biaya kesehatan yang harus dikeluarkan karena penyakit rokok nilainya mencapai Rp 107 triliun.
Kalau program BPJS sudah berjalan, pemerintah harus menanggung biaya jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas) sebesar Rp 52 triliun dari biaya pengobatan. '' Ini sangat timpang, sudah masyarakat sakit, negara kita juga tekor besar-besaran karena rokok,'' katanya.
Harga rokok di Indonesia, kata dia, memang sangat murah bila dibandingkan harga rokok di negara lain. Di Malaysia harga rokok perbungkusnya mencapai Rp 30 ribu. Sedangkan di Singapura, harga rokok perbungkusnya mencapai Rp 80-90 ribu. ''Permintaan terhadap rokok, hanya bisa berkurang secara signifikan kalau kenaikan rokok dilakukan secara radikal,''katanya.
Kerugian tersebut, rinciannya adalah uang yang dikeluarkan untuk pembelian rokok Rp 138 triliun, biaya perawatan medis rawat inap dan jalan Rp 2,11 triliun, kehilangan produktivitas akibat kematian prematur dan morbiditas maupun disabilitas Rp 105,3 triliun.
''Kami sedang memikirkan, saat pemberlakuan BPJS nanti, penyakit akibat rokok ini dicover atau tidak,'' ujar Wakil Menteri Kesehatan, Ali Gufron Mukti, di acara Focus Group Discussion dengan tema Dilema APBN untuk Membiayai Penyakit Terkait Rokok dalam Perspektif Asas Keadilan, Kamis (19/9).
Menurut Ali, untuk tahun ini masyarakat yang sakit karena rokok masih dibiayai oleh pemerintah. Namun, mulai 1 januari 2014, pemerintah masih membahas apakah penyakit yang disebabkan merokok tersebut akan dijamin juga atau tidak. ''Jadi, kami menerima input. Yang kita inginkan pembiayaannya secara adil dan tidak membebani APBN,'' katanya.
Ali mengatakan, dalam diskusi sempat muncul wacana sin tex atau pajak penghapusan dosa dengan menaikkan cukai rokok. Konsep ini, sudah diberlakukan di luar negeri seperti Filipina dan Thailand. ''Apa pun nanti keputusannya, yang penting ada jalan keluar untuk penyakit akibat rokok ini,'' katanya.
Sementara menurut Anggota DPR Komisi IX yang juga anggota Badan Anggaran, Surya Chandra Surapaty, pendapatan dari cukai rokok sebesar Rp 55 triliun, seolah tak ada artinya. Karena, biaya kesehatan yang harus dikeluarkan karena penyakit rokok nilainya mencapai Rp 107 triliun.
Kalau program BPJS sudah berjalan, pemerintah harus menanggung biaya jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas) sebesar Rp 52 triliun dari biaya pengobatan. '' Ini sangat timpang, sudah masyarakat sakit, negara kita juga tekor besar-besaran karena rokok,'' katanya.
Harga rokok di Indonesia, kata dia, memang sangat murah bila dibandingkan harga rokok di negara lain. Di Malaysia harga rokok perbungkusnya mencapai Rp 30 ribu. Sedangkan di Singapura, harga rokok perbungkusnya mencapai Rp 80-90 ribu. ''Permintaan terhadap rokok, hanya bisa berkurang secara signifikan kalau kenaikan rokok dilakukan secara radikal,''katanya.