2.1 Pengertian Analisis Laporan Keuangan
Menurut
Niswonger, Warren, Reeve, dan Fess ( 94: 2004 ), analisis laporan keuangan
adalah prosedur – prosedur analitis yang dapat digunakan untuk membandingkan,
memeriksa keterkaitan dan trend atau kecenderungan yang sedang berkembang dalam
perusahan dan situasi umum perekonomian dan untuk membantu mengevaluasi data
keuangan dan operasi.
Menurut John, J. wild, k.k. subramanyam, Robert t Halsey ( 3: 2005
), analisis laporan keuangan adalah aplikasi dari alat dan teknik analitis
untuk laporan keuangan betujuan umum dan data – data yang berkaitan untuk
menghasilkan estimasi dan kesimpulan yang bermanfat dalam analisis bisnis.
Menurut Sumarso SR ( 430: 2005 ), analisis
laporan keuangan adalah hubungan antara suatu angka dalam laporan keuangan
dengan angka lain yang mempunyai makna atau dapat menjelaskan arah perubahan (
trend ) suatu fenomena.
Menurut S. Munawir ( 35: 2004 ), analisis
laporan keuangan adalah penelaahan atau mempelajari dari pada hubungan –
hubungan dan tendensi atau kecenderungan ( trend ) untuk menentukan posisi
keuangan, hasil operasi maupun perubahan – perubahannya.
Dari keterangan tersebut diatas maka dapat
disimpulkan, analisis laporan keuangan adalah suatu langkah atau prosedur –
prosedur yang digunakan dalam melakukan penelaahan terhadap data – data
keuangan untuk mencari sebuah jawaban dari keadaan atau kondisi perusahan yang
ditelaah baik mengenai posisi keuangan, hasil operasi maupuan perubahan –
perubahannya.
2.2 Faktor – Faktor Analisis
Laporan Keuangan
Menurut S. Munawir ( 31 – 33: 2004 ), faktor – faktor yang
paling utama perlu dianalisis adalah:
2.2.1 Likuiditas
Likuiditas
adalah menunjukkan kemampuan suatu
perusahaan untuk memenuhi
kewajiban keuangannya yang harus segera dipenuhi atau kemampuan perusahaan
untuk memenuhi kewajiban keuangan pada saat ditagih. Perusahaan yang mampu memenuhi kewajiban
tepat pada waktunya berarti perusahaan tersebut dalam keadaan “likuid”, dan perusahaan
dikatakan mampu memenuhi kewajibannya tepat pada waktunya apabila perusahaan
tersebut mempunyai alat pembayaran ataupun aktiva lancarnya lebih besar dari
pada hutang lancarnya. Sebaliknya kalau
perusahaan tidak dapat segera memenuhi kewajibannya pada saat ditagih, berarti
perusahaan tersebut dalam keadaan “illikuid”.
2.2.2 Solvabilitas
Solvabilitas
adalah menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya
baik kewajiban keuangan jangka pendek maupun jangka panjang. Suatu perusahaan dikatakan solvabel apabila
perusahaan tersebut mempunyai aktiva atau kekayaan yang cukup untuk membayar
semua hutang – hutangnya, sebaliknya apabila jumlah kekayaan atau aktiva tidak
cukup untuk membayar semua hutang – hutangnya, berarti perusahaan tersebut
dalam keadaan insolvabel.
2.2.3 Profitabilitas
atau Rentabilitas
Rentabilitas atau
profitabilitas adalah menunjukkan
kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu dan
kesuksesan perusahaan dan kemampuan perusahaan dalam menggunakan aktivanya secara
produktif.
2.2.4
Stabilitas
Usaha
Stabilitas usaha adalah
menunjukkan kemampuan perusahaan untuk melakukan usahanya dengan stabil, yang
diukur dengan mempertimbangkan kemampuan perusahaan untuk membayar beban bunga
atas hutang – hutangnya, dan hutang – hutang tersebut tepat pada waktunya,
serta kemampuan perusahaan dalam membayar dividen secara teratur kepada para
pemegang saham.
2.3 Metode Dan Teknik Analisa
Menurut
S. Munawir ( 35 – 37: 2004 ), metode dan teknik yang biasa digunakan dalam
analisis laporan keuangan adalah sebagai berikut:
2.3.1 Metode Analisa
Metode analisa yang digunakan oleh
setiap penganalisis laporan keuangan ada dua yaitu:
2.3.1.1Analisa horizontal
Analisis horizontal
adalah analisa dengan menggunakan perbandingan laporan keuangan untuk beberapa
periode, sehingga akan diketahui perkembangannya. Metode horizontal ini sering disebut juga
analisa dinamis.
2.3.1.2
Analisa
vertikal
Analisa vertikal adalah laporan keuangan
yang dianalisa hanya meliputi satu periode, yaitu dengan membandingkan antara
pos yang satu dengan pos yang lainnya dalam laporan keuangan tersebut, sehingga
hanya akan diketahui keadaan keuangan atau hasil operasi pada saat itu
juga. Analisa vertikal disebut juga
sebagai metode statis karena kesimpulan yang diperoleh hanya untuk periode itu
saja tanpa mengetahui perkembangannya.
2.3.2
Teknik
Analisa
Teknik analisa yang biasa
digunakan dalam analisa laporan keuangan adalah sebagai berikut:
2.3.2.1
Analisa
perbandingan laporan keuangan
Adalah metode dan teknik analisa dengan
cara membandingkan laporan keuangan untuk dua periode atau lebih yang
menunjukkan:
a. Data
absolut atau jumlah – jumlah dalam rupiah
b. Kenaikan
atau penurunan dalam rupiah
c. Kenaikan
atau penurunan dalam persentase
d. Perbandingan
yang dinyatakan dalam rasio
e. Persentase
dari total
2.3.2.2 Trend atau
tendensi posisi dan kemajuan keuangan perusahaan yang dinyatakan dalam
persentase.
Adalah suatu metode atau teknik
analisa untuk mengetahui tendensi daripada keadaan keuangan, apakah menunjukkan
tendensi tetap, naik atau bahkan turun
2.3.2.3 Laporan
dengan persentase perkomponen atau common size statement
Adalah suatu metode analisa untuk mengetahui persentase
investasi pada masing – masing aktiva terhadap total aktivanya, juga untuk
mengetahui struktur permodalannya dan komposisi perongkosannya yang terjadi
dihubungkan dengan penjualannya.
2.3.2.4
Analisis
rasio
Adalah suatu metode analisa
untuk mengetahui hubungan dengan pos – pos tertentu dalam neraca atau laporan
laba rugi secara individu atau kombinasi dari kedua laporan keuangan tersebut.
2.3.2.5
Analisis
sumber dan penggunan modal kerja
Adalah suatu analisa yang untuk mengetahui sumber – sumber
serta penggunan modal kerja atau untuk mengetahui sebab – sebab perubahannya.
2.3.2.6
Analisa
dan sumber penggunan kas
Adalah suatu analisis untuk mengetahui sebab – sebab berubahnya
jumlah uang kas atau mengetahui sumber – sumber serta penggunaan uang kasnya.
2.3.2.7
Analisa
perubahan laba kotor
Adalah suatu analisis untuk mengetahui
sebab – sebab perubahan laba kotor perusahaan dari periode keperiode lainnya.
2.3.2.8
Analisa
break – even
Adalah analisa untuk menentukan tingkat penjualan yang harus
dicapai oleh suatu perusahan agar perusahan tersebut tidak menderita kerugian,
tetapi juga tidak memperoleh keuntungan.
2.4 Pengukuran Kinerja
Menurut
Larry D. Stout (dalam Yuwono, 106: 2006) menyatakan bahwa pengukuran kinerja
merupakan proses mencatat dan mengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan dalam
arah pencapaian misi perusahaan
melalui hasil-hasil yang ditampilkan berupa produk, jasa ataupun suatu proses.
Sistem pengukuran kinerja dapat
dijadikan sebagai alat pengendalian organisasi, karena pengukuran kinerja
diperkuat dengan menetapkan reward dan punishment system (Ulum,
186: 2009).
Sistem pengukuran kinerja dalam manajemen
tradisional ditekankan pada aspek keuangan, karena ukuran keuangan ini mudah
dilakukan sehingga kinerja personal yang diukur hanya berkaitan dengan aspek
keuangan. Sistem pengukuran kinerja pada aspek keuangan memang umum dilakukan,
ada beberapa kelebihan dan kelemahan dalam sistem pengukuran tradisional yang
menitikberatkan pada aspek keuangan. Kelebihannya adalah orientasinya pada
keuntungan jangka pendek dan hal ini akan mendorong manajer lebih banyak
memperbaiki kinerja perusahaan jangka pendek (Wardani dalam Sulastri, 94:
2004).
Kelemahannya adalah terbatas dengan waktu,
mengungkapkan prestasi keuangan yang nyata tanpa dengan adanya suatu
pengharapan yang dapat dilihat dari faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
prestasi itu sendiri, dan ketidakmampuan dalam mengukur kinerja harta tak
tampak (intangible asset) dan harta intelektual (sumberdaya manusia)
perusahaan (Soetjipto, 164: 2006).
Oleh karena adanya beberapa kelemahan
tersebut, maka muncul ide untuk mengukur kinerja non keuangan. Penilaian
kinerja dengan menggunakan data non keuangan, antara lain meliputi: besarnya
pangsa pasar dan tingkat pertumbuhannya, kemampuan perusahaan dalam menyediaan
produk ke para pelanggan, pengembangan dan penilaian karyawan termasuk tingkat
perputaran karyawan, citra perusahaan di mata masyarakat, tingkat ketepatan
waktu perusahaan untuk menepati jadwal yang telah ditetapkan, persentase barang
rusak selama pendistribusian, banyaknya keluhan pelanggan dan pemberian garansi
bagi pelanggan (Yuwono, 366: 2003)
Melihat hal ini mendorong Kaplan dan Norton
untuk merancang suatu system pengukuran kinerja yang lebih komprehensif yang
disebut dengan Balanced Scorecard. Kaplan dan Norton. Kaplan dan Norton
(1993) menyatakan bahwa: “Balanced Scorecard provides executives with a
comprehensive framework that translates a company’s strategic objectives into a
coherentset of performance measures”.
Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa
Balanced Scorecard menyediakan tujuan-tujuan strategis organisasi
kedalam seperangkat tolak ukur kinerja yang saling berhubungan. Balanced
Scorecard merupakan suatu metode pengukuran kinerja yang tidak hanya
berfokus pada kinerja keuangan saja, tetapi juga kinerja non keuangan. Aspek
non keuangan mendapat perhatian yang cukup serius karena pada dasarnya peningkatan
kinerja keuangan bersumber dari aspek non keuangan, sehingga apabila
perusahaan akan melakukan peningkatan kinerja maka fokus perhatian
perusahaan akan ditujukan kepada peningkatan kinerja non keuangan, karena dari
situlah sumber asal mula keuangan diperoleh. Balanced Scorecard memberikan
suatu kerangka kerja bagi pihak manajemen untuk menerjemahkan misi dan strategi
organisasi kedalam tujuan – tujuan dan ukuran-ukuran yang dapat dilihat dari
empat perspektif (Kaplan dan Norton, 44: 2009). Keempat perspektif itu
dimaksudkan untuk menjelaskan penampilan suatu organisasi dari empat titik
pandang berikut ini (Kaplan dan Norton, 22: 2009).
a.
Perspektif Keuangan, untuk
menjawab pertanyaan : untuk mencapai
sukses secara finansial, kinerja keuangan organisasi yang bagaimanakah yang
patut ditunjukkan kepada pemilik organisasi?
b.
Perspektif Pelanggan, untuk
menjawab pertanyaan : bagaimana penampilan organisasi di mata pelanggan?
c.
Perspektif Proses Bisnis
Internal, untuk menjawab pertanyaan : untuk memuaskan para pemilik organisasi
dan para pelanggan, proses bisnis mana yang harus diunggulkan?
d.
Perspektif Pembelajaran dan
Pertumbuhan, untuk menjawab pertanyaan : bagaimana organisasi mempertahankan
kemampuan sehingga organisasi terus berubah dan menjadi lebih baik?
Dari
keterangan diatas maka dapat disimpulkan bahwa pengukuran kinerja
merupakan suatu proses analisis dalam
menilai perubahan perusahaan dilihat dari pencapaian tujuan dan sasaran bisnis
yang tertuang dalam strategi bisnis yang telah ditetapkan oleh organisasi guna
mendukung pencapaian misi organisasi, termasuk menilai efisiensi dan
efektifitas dari aktivitas-aktivitas organisasi.
2.5 Pengertian Sistem Pengukuran Kinerja
Organisasi perusahaan
Sistem pengukuran kinerja organisasi
perusahaan adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer perusahaan
dalam menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial dan non
finansial. Sistem pengukuran kinerja dapat dijadikan sebagai alat pengendalian
organisasi, karena pengukuran kinerja dapat diperkuat dengan menetapkan reward
and punishment (Mardiasmo, 121: 2002).
Pengukuran kinerja organisasi perusahaan
sedikitnya mempunyai tiga maksud tujuan. Pertama, pengukuran kinerja
dimaksudkan untuk memperbaiki kinerja perusahaan. Ukuran kinerja dimaksudkan
untuk dapat membantu perusahaan berfokus pada tujuan dan sasaran program unit
kerja. Hal ini pada akhirnya akan meningkatkan efisiensi dan efektifitas
organisasi perusahaan dalam pemberian pelayanan kepada pelanggan dan principle.
Kedua, ukuran kinerja perusahaan digunakan untuk pengalokasian sumber daya dan
pembuatan keputusan. Ketiga, ukuran kinerja perusahaan dimaksudkan untuk
mewujudkan pertanggungjawaban bisnis perusahaan dan memperbaiki pelayanan
kepada pelanggan.
2.6 Tujuan Pengukuran Kinerja perusahaan
Secara umum, tujuan pengukuran kinerja
perusahaan adalah sebagai Berikut (Mardiasmo, 122: 2002):
a.
Mengkomunikasikan strategi
secara lebih mantap
b.
Mengukur kinerja finansial
dan non-finansial secara berimbang sehingga dapat ditelusuri perkembangan pencapaian
strategi.
c.
Mengakomodasi pemahaman
kepentingan manajer level menengah dan bawah serta memotivasi untuk mencapai goal
congruence.
d.
Alat untuk mencapai kepuasan
berdasarkan pendekatan individual dan kemampuan kolektif rasional.
2.7 Manfaat
Pengukuran Kinerja perusahaan
Menurut
Lynch dan Cross (206: 2004), manfaat sistem pengukuran kinerja yang baik adalah
sebagai berikut:
a.
Menelusuri kinerja terhadap
harapan pelanggan sehingga akan membawa perusahaan lebih dekat kepada
pelanggannya dan membuat seluruh orang dalam organisasi terlibat dalam upaya
memberi kepuasan kepada pelanggan.
b.
Memotivasi pegawai untuk
melakukan pelayanan sebagai bagian dari mata rantai pelanggan dan pemasok
internal.
c.
Mengidentifikasi berbagai
pemborosan sekaligus mendorong upaya-upaya pengurangan terhadap pemborosan
tersebut (reduction of waste).
d.
Membuat suatu tujuan
strategis yang biasanya masih kabur menjadi lebih konkrit sehingga mempercepat
proses pembelajaran.
e.
Membangun konsensus untuk
melakukan suatu perubahan dengan memberi reward atas perilaku tersebut.
2.8 Konsep
Pengukuran Kinerja Tradisional
Konsep
tradisional merupakan konsep pengukuran kinerja yang sering sekali digunakan
perusahaan karena mudah dalam melakukan penilaiannya.
Menurut
Mulyadi dan Jhoni Setiawan (66: 2007), ukuran keuangan tidak dapat
menggambarkan kondisi riil perusahaan di masa lalu dan tidak mampu menuntun
sepenuhnya perusahaan kearah yang lebih baik, serta hanya berorientasi jangka
pendek. Namun sistem pengukuran tradisional yang digunakan selama ini kurang
menyediakan informasi yang dibutuhkan untuk mengukur dan mengelola semua
kompetensi yang memicu keunggulan kompetitif organisasi bisnis (Giri,106:
2004).
Hal
ini menyebabkan manajer tidak mengetahui sampai seberapa jauh pengaruh yang
ditimbulkan akibat strategi yang telah diterapkan. Adanya beberapa kritik
terhadap penggunaan penilaian kinerja tradisional, menurut (Kaplan dan Norton,
6: 2009), yaitu:
a. Adanya
ketidakcukupan dalam pendokumentasian dari sistem pengukuran finansial
tersebut. Kesulitan dalam menghitung nilai finansial untuk aktiva-aktiva
seperti kapabilitas proses, keahlian dan motivasi, loyalitas customer dan
sistem database akan membuat aktiva-aktiva ini tidak dicantumkan dalam neraca.
b. Memfokuskan
pada ukuran masa lalu. Ukuran finansial hanya menjelaskan beberapa perstiwa
masa lalu yang cocok untuk perusahaan abad industry dimana investasi dalam
kapabilitas jangka panjang dan hubungan dengan pelanggan bukanlah faktor
penting dalam mencapai keberhasilan.
c. Ketidakmampuan
merefleksikan nilai-nilai yang diciptakan dari tindakan kontemporer. Ukuran
finansial oleh manajer senior seolah-olah mampu menjelaskan hasil operasi yang
dilakukan oleh karyawan tingkat rendah dan menengah. Pengukuran kinerja
keuangan akan mendorong manajer lebih banyak memperbaiki kinerja jangka pendek
dan seringkali mengorbankan tujuan jangka panjang. Kinerja keuangan yang baik
saat ini boleh jadi mengorbankan kepentingan-kepentingan jangka panjang
perusahaan. Sebaliknya kinerja keuangan yang kurang baik saat ini bisa terjadi karena
perusahaan melakukan investasi demi kepentingan jangka panjangnya . Banyaknya
kelemahan dalam sistem pengukuran kinerja tradisional mendorong Kaplan dan
Norton untuk mengembangkan suatu sistem pengukuran kikerja yang memperhatikan
empat perspektif yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif
proses bisnis internal serta perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.
Pendekatan ini secara umum dikenal dengan konsep Balanced Scorecard. Balanced
Scorecard diterapkan berdasarkan visi dan misi yang telah dimiliki
organisasi yang selanjutnya visi dan misi tersebut dituangkan dalam bentuk
strategi untuk mencapai tujuan organisasi.
2.9
Visi, Misi dan Strategi
Pengertian
visi adalah keadaan organisasi yang diharapkan terwujud dimasa depan. Visi
mengarahkan kepada organisasi, ingin menjadi apa organisasi di masa mendatang.
Sedangkan
Mulyadi dan Johny Setiawan (222: 2004) mendefinisikan sebagai “gambaran kondisi
organisasi yang akan diwujudkan di masa depan”. Visi akan mengarahkan
organisasi pada saat ini untuk berjalan kearah yang dicita - citakannya
tersebut. Visi yang baik adalah yang realistis untuk dicapai, mempersatukan dan
memotivasi seluruh anggota
(Stoner,
et.al dalam Saptono dan Widanarto, 12: 2004). Visi yang baik akan berperan
sebagai sumber inspirasi dan komitmen yang mendorong perilaku dan kinerja baru
bagi setiap personel organisasi dan menunjukkan jalan mereka mencapai solusi.
Karenanya, tantangan terbesar bagi organisasi pada dekade mendatang adalah
bagaimana menerjemahkan visi strategiknya ke dalam berbagai praktek yang dapat
dieksekusi di semua jajaran perusahaan. Sedangkan misi itu adalah tujuan yang
unik yang dimiliki organisasi yang membedakan dari organisasi lain yang
sejenis. Selanjutnya misi organisasi akan mencerminkan cakupan organisasi
kegiatan/operasi dari organisasi yang
bersangkutan.
Perbedaan antara visi dan misi adalah bahwa visi yang telah ditetapkan dapatlah
berganti, bila entitas sudah dapat mencapainya, sedangkan misi lebih menekankan
pada situasi masa kini, tetapi cenderung relatif tetap dan relevan di sepanjang
waktu. Strategi adalah cara yang dipilih oleh manajemen puncak untuk mewujudkan
visi organisasi melalui misi. Strategi yang baik adalah adanya tindakan
fungsional, bukan memberikan gambaran rinci tentang apa yang harus dilakukan
pada setiap keadaan dan kontijensi.
2.10 Pengertian Perusahaan
Perusahaan
merupakan suatu unit kegiatan produksi yang mengolah sumber-sumber ekonomi
untuk menyediakan barang dan jasa bagi masyarakat dengan tujuan untuk
memperoleh keuntungan dan agar dapat memuaskan kebutuhan masyarakat (Sumarni
dan Soeprihanto,29: 2006).
Terdapat
beberapa tipe perusahaan. Pertama, perusahaan manufaktur merupakan perusahaan
yang kegiatan utamanya adalah mengelola bahan baku menjadi barang jadi atau
setengah jadi dan kemudian perusahaan tersebut menjual barang jadi tersebut.
Kedua adalah perusahaan dagang, yaitu perusahaan yang kegiatan utamanya adalah
membeli barang jadi dan menjualnya kembali tanpa melakukan pengolahan. Ketiga,
perusahaan jasa yang merupakan perusahaan yang kegiatannya menjual jasa.
2.11 Pengertian
Distributor
Distributor
adalah pedagang yang membeli atau mendapatkan produk barang dagangan dari
tangan pertama atau produsen secara langsung. Pedagang besar biasanya diberikan
hak wewenang wilayah / daerah tertentu dari produsen.
Menurut anief.
Moh (33: 2010) “distributor adalah perantara yang menyalurkan produk dari
pabrikan ke pengecer. Setelah suatu produk dihasilkan oleh pabrik, produk
tersebut dikirimkan (dan biasanya juga sekaligus dijual) kesuatu distributor.
Distributor tersebut kemudian menjual produk tersebut ke pengecer atau
pelanggan”.
Menurut
Atri (2011) Dalam arti yang sederhana distributor adalah penyampaian barang
dari Produsen ke Konsumen. Dalam arti luas Distributor adalah Perusahaan yang bergerak
di bidang distribusi. Mendapat keuntungan dari jasa / ongkos distribusi yang
disebut margin, yaitu selisih antara harga beli dengan harga jual. Tujuan akhir
Perusahaan distribusi adalah keuntungan bukan penjualan. “Penjualan adalah
salah satu proses untuk mencapai keuntungan”
Philosophy Distribusi : Barang dianggap laku
apabila sudah dikonsumsi oleh Konsumen.
Dasar Philosophy : Distributor hidup dan
berjalan dari pembelian berulang ( repeat order ), bukan dari pembelian pertama
( first selling in ).
Mitra
Distributor : Principal dan pedagang / outlet, dalam menjalankan tugasnya
distributor harus memuaskan kedua belah pihak dengan cara memberikan pelayanan
ke satu pihak. “Kepuasan Principal yang hakiki adalah jika distributor sudah
memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan / Outlet” – bukan pelayanan ke
individu-individu di Principal. Untuk individu-individu Principal diperlukan
kerjasama (teamwork) untuk mencapai tujuan bersama yang didasari oleh hubungan
baik (goodwill).
2.12 Balanced Scorecard
2.12.1 Pengertian
Balanced Scorecard
Menurut Carrison/ Noreen (422: 2000),
Balanced Scorecard merupakan kumpulan ukuran kinerja yang terintegrasi yang
diturunkan dari strategi perusahaan yang mendukung strategi perusahaan secara
keseluruhan.
Menurut mulyadi (6: 2009),
Balanced Scorecard merupakan alat manajemen kontemporer yang didesain untuk
meningkatkan kemampuan perusahaan dalam melipatgandakan kinerja keuangan luar
biasa secara berkesinambungan.
2.12.2 Konsep Balanced Scorecard
Pada
tahun 1990, Nolan Norton Institute, yang dipimpin oleh David P. Norton
mensponsori studi tentang “Pengukuran Kinerja dalam Organisasi Masa Depan”.
Studi ini didorong oleh kesadaran bahwa pada waktu itu ukuran kinerja keuangan
yang digunakan oleh semua perusahaan untuk mengukur kinerja eksekutif tidak
lagi memadai. Hasil studi tersebut diterbitkan dalam sebuah artikel berjudul “ Balanced
Scorecard Measures That Drive Performance” dalam Harvard Business Review
(Yuwono, 62: 2002). Balanced scorecard adalah suatu pendekatan untuk
mengukur kinerja yang akan menilai kinerja keuangan dan kinerja non keuangan.
Pemikiran dari Balanced Scorecard adalah mengukur kinerja serta target
perusahaan dari empat sudut berbeda. Selama ini ukuran itu secara formal hanya
untuk keuangan (finance) seperti menggunakan “Balanced Sheet” dan
“Income Statement” atau dengan menghitung rasio-rasio keuangan seperti
rasio likuiditas, solvabilitas dan rentabilitas perusahaan. Pada konsep Balanced
scorecard tidak hanya aspek keuangan (finance) saja yang menjadi
tolak ukur kinerja perusahaan, ada tiga sudut pengukuran lain yang juga
diperhitungkan aspek tersebut yaitu, Customer, Internal Business
Process dan Learning & Growth. Menurut Kaplan dan Norton (62:
2009) Balanced Scorecard terdiri dari 2 kata, yaitu:
2.12.2.1 Scorecard
Yaitu
kartu yang digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja seseorang yang nantinya
digunakan untuk membandingkan dengan hasil kinerja yang sesungguhnya.
2.12.2.2
Balanced
Menunjukkan
bahwa kinerja personel atau karyawan diukur secara seimbang dan dipandang dari
2 aspek yaitu keuangan dan non keuangan, jangka pendek dan jangka panjang dan
dari segi intern maupun ekstern.
Dari
definisi tersebut pengertian sederhana dari Balanced Scorecard adalah
kartu skor yang digunakan untuk mengukur kinerja dengan memperhatikan
keseimbangan antara sisi keuangan dan non keuangan, jangka panjang dan jangka
pendek.
Balanced
scorecard merupakan suatu kerangka kerja, suatu bahasa
yang mengkomunikasikan visi, misi, dan strategi kepada seluruh karyawan tentang
kunci penentu sukses saat ini dan masa datang. Selain itu, Balanced
Scorecard juga menekankan bahwa pengukuran kinerja keuangan maupun non
keuangan tersebut haruslah merupakan bagian dari sistem informasi seluruh
karyawan baik manajemen tingkat atas maupun tingkat bawah. Balanced
scorecard menekankan bahwa semua ukuran finansial dan non finansial harus
menjadi bagian system informasi untuk para pekerja di semua tingkat perusahaan.
Balanced scorecard berbeda dengan sistem pengukuran kinerja tradisional
yang hanya bertumpu pada ukuran kinerja semata. Menurut Kaplan dan Norton
langkah-langkah Balanced scorecard meliputi empat proses manajemen baru.
Pendekatan ini mengkombinasikan antara tujuan strategi jangka panjang dan
peristiwa jangka pendek. Keempat proses tersebut adalah :
a. Menerjemahkan
visi, misi dan strategi perusahaan. Untuk menentukan ukuran kinerja, visi
organisasi dijabarkan dalam tujuan dan sasaran. Visi adalah gambaran kondisi
yang akan diwujudkan oleh perusahaan di masa datang. Tujuan juga menjadi salah
satu landasan bagi perumusan strategi untuk mewujudkannya. Dalam proses
perencanaan strategik dengan ukuran pencapaiannya.
b. Mengkomunikasikan
dan mengaitkan berbagai tujuan dan ukuran strategis Balanced scorecard memperlihatkan
kepada tiap karyawan apa yang dilakukan perusahaan untuk mencapai apa yang
menjadi keinginan para pemegang saham dan konsumen, karena oleh tujuan tersebut
dibutuhkan kinerja karyawan yang baik.
c. Merencanakan,
menetapkan sasaran, menyelaraskan berbagai inisiatif strategis Rencana bisnis
memungkinkan organisasi mengintegrasikan antara rencana bisnis dan rencana
keuangan mereka. Balanced scorecard sebagai dasar untuk mengalokasikan
sumber daya dan mengatur mana yang lebih penting untuk diprioritaskan , akan
menggerakkan kearah tujuan jangka panjang perusahaan secara menyeluruh.
d. Meningkatkan
umpan balik dan pembelajaran strategis Proses keempat ini akan memberikan strategic
learning kepada perusahaan. Dengan Balanced scorecard sebagai pusat
sistem perusahaan, maka perusahaan melakukan monitoring terhadap apa yang telah
dihasilkan perusahaan dalam jangka pendek.
2.12.3 Balanced
Scorecard sebagai suatu kerangka kerja
Sumber
: Kaplan dan Norton, (67: 2009). “Balanced Scorecard Menerapkan Strategi
menjadi Aksi.” Balanced Sorecard merupakan sekelompok alat ukur kinerja
yang terintegrasi yang berasal dari strategi perusahaan dan mendukung strategi
perusahaan di seluruh organisasi. Suatu strategi pada dasarnya merupakan suatu
teori tentang bagaimana mencapai tujuan organisasi. Dalam pendekatan Balanced
Scorecard, manajemen puncak menjabarkan strateginya kedalam tolak ukur.
Menurut
Sony Yuwono, dkk (224: 2002) Balanced Scorecard merupakan suatu sistem
manajemen, pengukuran, dan pengendalian yang secara cepat, tepat dan
komprehensif dapat memberikan pemahaman kepada manajer tentang kinerja bisnis.
Pengukuran kinerja tersebut memandang unit bisnis dari empat perspektif yaitu
perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal
dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.
2.12.4 Membangun Balanced Scorecard
Sebelum Balanced Scorecard diimplementasikan,
organisasi terlebih dahulu harus membangun atau menyusun Balanced Scorecard.
Terdapat enam tahapan dalam membangun suatu Balanced Scorecard yaitu:
2.12.4.1
Menilai
Fondasi Organisasi
Langkah
pertama organisasi untuk melakukan penilaian atas fondasi organisasi adalah
membentuk tim yang akan merumuskan dan membangun Balanced Scorecard. Tim
ini akan merumuskan visi dan misi organisasi, termasuk didalamnya
mengidentifikan kebutuhan dan faktor-faktor yang mendukung organisasi untuk
mencapai misinya. Tim ini mengembangkan rencana-rencana yang akan dilakukan,
waktu yang dibutuhkan serta anggaran untuk menjalankannya. Penilaian fondasi
organisasi meliputi analisa kekuatan, kelemahan, kesempatan, dan ancaman
terdapat organisasi yang dapat dilakukan dengan menggunakan SWOT analysis.
Organisasi juga dapat melakukan benchmarking terhadap organisasi lainnya. Dari
penilaian fondasi ini organisasi mengetahui apa yang menjadi visi dan misi
organisasi, kekuatan dan kelemahan bahkan tindakan apa saja yang harus
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
2.12.4.2
Menetapkan
Visi Perusahaan
Visi diperlukan dalam sebuah organisasi
untuk menumbuhkan pemotivasian personil. Visi organisasi dijabarkan kedalam
ukuran-ukuran kinerja. Pengukuran kinerja dimulai dari penentuan ukuran kinerja
untuk menentukan ukuran kinerja, visi organisasi perlu dijabarkan kedalam
tujuan (goal) dan sasaran strategi (objectives). Visi adalah gambaran
kondisi yang akan diwujudkan di masa yang akan datang. Visi biasanya dinyatakan
dalam suatu pernyataan yang terdiri dari satu atau beberapa kalimat singkat.
Untuk mewujudkan kondisi yang digambarkan dalam visi, perusahaan perlu
merumuskan strategi. Dalam proses perumusan strategi (strategi formulation),
visi organisasi dijabarkan dalam goal (tujuan).
2.12.4.3
Membuat
Tujuan Organisasi
Tujuan
organisasi menunjukkan bagaimana tindakan-tindakan yang harus dilakukan untuk
melaksanakan strategi. Tujuan organisasi merupakan gambaran aktivitas-aktivitas
yang harus dilakukan untuk mencapai strategi serta waktu yang dibutuhkan untuk
mencapai hasil yang diinginkan. Tujuan harus dinyatakan dalam bentuk yang
spesifik, dapat diukur, dicapai, berorientasi pada hasil serta memiliki batas
waktu pencapaian (Gaspersz, 44: 2003). Tujuan organisasi dinyatakan dalam empat
perspektif yaitu perspektif customers dan stakeholders, perspektif employee
& organization capacity. Untuk masing-masing perspektif dirumuskan
tujuan yang akan dilakukan untuk mencapai misi organisasi. Misalnya dalam
strategi utama organisasi adalah meningkatkan kualitas pendidikan, strategi
tersebut dapat dijabarkan kedalam empat perspektif.
2.12.4.4
Membangun
strategi Bisnis
Strategi merupakan pernyataan apa yang
harus dilakukan organisasi untuk mencapai keberhasilan. Strategi ini didapatkan
dari misi dan hasil penilaian fondasi organisasi. Strategi ini menyatakan
tindakan apa saja yang harus dilakukan oleh organisasi untuk mencapai misi
organisasi yang sesuai dengan kekuatan dan kelemahan organisasi. Dalam
membentuk strategi, organisasi harus mempertimbangkan pendekatan apa saja yang
bisa digunakan untuk menjalankan strategi tersebut, termasuk didalamnya apakah
strategi tersebut bisa dijalankan, berapa banyak sumber daya yang dibutuhkan
dan apakah strategi tersebut mendukung organisasi mencapai misinya.
2.12.4.5
Mengukur
Performance
Mengukur performance berarti
memantau dan mengukur kemajuan yang sudah dicapai atas tujuan-tujuan strategis
yang telah diciptakan. Pengukuran kinerja yang bertujuan untuk meningkatkan
kemajuan organisasi kearah yang lebih baik. Untuk dapat mengukur kinerja, maka
harus ditetapkan ukuran-ukuran yang sesuai untuk setiap tujuan strategis. Dalam
setiap perspektif dinyatakan tujuan-tujuan strategis yang ingin dicapai, yang
kemudian untuk setiap tujuan - tujuan strategis tersebut ditetapkan paling
sedikit satu pengukuran kinerja. Untuk dapat menghasilkan pengukuran kinerja
yang bermanfaat maka organisasi harus dapat mengidentifikasikan hasil (outcome)
yang diinginkan dan proses yang dilakukan untuk mencapai outcome tersebut.
2.12.4.6
Menyusun
Inisiatif
Inisiatif
merupakan program-program yang harus dilakukan untuk memenuhi salah satu atau
berbagai tujuan strategis. Sebelum menetapkan inisiatif, yang harus dilakukan
adalah menentukan target. Target merupakan suatu tingkat kinerja yang
diinginkan. Untuk setiap ukuran harus ditetapkan target yang ingin dicapai.
Penetapan target ini bisa berdasarkan pengalaman masa lalu atau hasil benchmarking
terhadap organisasi-organisasi yang unggul didalam bidangnya. Target-target
biasanya ditetapkan untuk jangka waktu tiga sampai lima tahun. Setelah
target-target ditentukan maka selanjutnya ditetapkan program-program yang akan
dilakukan untuk mencapai target tersebut. Balanced Scorecard adalah alat
untuk melihat jelas organisasi, meningkatkan komunikasi, membangun
tujuan-tujuan organisasional dan umpan balik bagi strategi (Anthony dan
Govindarajan, 99: 2003). Kaplan dan Norton memperlihatkannya kedalam kerangka
kerja Balanced Scorecard.
2.12.5 Perspektif dalam Balanced Scorecard
Balanced Scorecard menunjukkan
adanya pengukuran kinerja yang menggabungkan antara pengukuran keuangan dan non
keuangan (Kaplan dan Norton,47: 2009). Ada empat perspektif kinerja bisnis yang
diukur dalam Balanced Scorecard, yaitu:
2.12.5.1 Perspektif
keuangan (Financial Perspective)
Perspektif keuangan tetap menjadi
perhatian dalam Balanced Scorecard, karena ukuran keuangan merupakan
ikhtisar dari konsekuensi ekonomi yang terjadi yang disebabkan oleh pengambilan
keputusan (Sugiyanto dan Anwar, 162: 2003).
Aspek
keuangan menunjukkan apakah perencanaan, implementasi dan pelaksanaan dari
strategi memberikan perbaikan yang mendasar. Pengukuran kinerja keuangan
mempertimbangkan adanya tahapan dari siklus kehidupan bisnis, yaitu:
a. Perspektif
Keuangan
b.
Strategi
c.
Perspektif Pelanggan
d.
Perspektif Bisnis Internal
2.12.5.2 Perspektif Pertumbuhan
danPembelajaran
a.
Growth (bertumbuh) : tahapan
awal siklus kehidupan perusahaan dimana perusahaan memiliki potensi pertumbuhan
terbaik. Disini manajemen terikat dengan komitmen untuk mengembangkan suatu
produk/jasa dan fasilitas produksi, menambah kemampuan operasi, mengembangkan
sistem, infrastruktur dan jaringan distribusi yang akan mendukung hubungan
global, serta membina dan mengembangkan hubungan dengan pelanggan.
b. Sustain
(bertahan) : tahapan kedua dimana perusahaan masih melakukan investasi dan
reinvestasi dengan mengisyaratkan tingkat pengembalian terbaik. Pada tahap ini,
perusahaan mencoba mempertahankan pangsa pasar yang ada, bahkan
mengembangkannya jika memungkinkan.
c. Harvest
(menuai) : Tahapan ketiga dimana perusahaan benar-benar menuai hasil investasi
ditahap-tahap sebelumnya. Tidak ada lagi investasi besar, baik ekspansi
pembangunan kemampuan baru, kecuali pengeluaran untuk pemeliharaan dan
perbaikan.
2.12.5.3 Perspektif
Pelanggan
Dalam
perspektif ini perhatian perusahaan harus ditujukan pada kemampuan internal
untuk peningkatan kinerja produk, inovasi dan teknologi dengan memahami selera
pasar. Dalam perspektif ini peran riset pasar sangat besar. Suatu produk atau
jasa harus bernilai bagi pelanggan atau potensial pelanggan, artinya memberikan
manfaat yang lebih besar dan apa yang dikorbankan pelanggan untuk
mendapatkannya. Perspektif pelanggan memiliki dua kelompok pengukuran, yaitu:
2.12.5.3.1 Core
measurement group, yang
memiliki beberapa komponen pengukuran, yaitu:
a. Pangsa
Pasar (market share): pangsa pasar ini menggambarkan proporsi bisnis
yang dijual oleh sebuah unit bisnis di pasar tertentu. Hal itu diungkapkan
dalam bentuk jumlah pelanggan, uang yang dibelanjakan atau volume satuan yang
terjual.
b. Retensi
Pelanggan (Customer Retention) : menunjukkan tingkat dimana perusahaan
dapat mempertahankan hubungan dengan pelanggan. Pengukuran dapat dilakukan
dengan mengetahui besarnya presentase pertumbuhan bisnis dengan pelanggan yang
ada saat ini.
c. Akuisisi
Pelanggan (Customer Acquisition) : pengukuran ini menunjukkan tingkat
dimana suatu unit bisnis mampu menarik pelanggan baru memenangkan bisnis baru.
Akuisisi ini dapat diukur dengan membandingkan banyaknya jumlah pelanggan baru
di segmen yang ada.
d. Kepuasan
Pelanggan (Customer Satisfaction) : pengukuran ini berfungsi untuk
mengukur tingkat kepuasan pelanggan terkait dengan kriteria spesifik dalam value
proportion.
2.12.5.3.2 Customer
Value Proportion yang merupakan pemicu kinerja yang terdapat pada Core value
proportion didasarkan pada atribut sebagai berikut:
a. Product/service
attributes yang meliputi fungsi produk atau jasa,
harga dan kualitas. Perusahaan harus mengidentifikasikan apa yang diinginkan
pelanggan atas produk atau jasa yang ditawarkan.
b. Customer
relationship adalah strategi dimana perusahaan
mengadakan pendekatan agar perasaan pelanggan merasa puas atau produk atau jasa
yang ditawarkan perusahaan.
c. Image
and reputation membangun image dan reputasi dapat
dilakukan melalui iklan dan menjaga kualitas seperti yang dijanjikan.
2.12.5.4 Perspektif Proses Bisnis Internal
Dalam
perspektif ini, perusahaan melakukan pengukuran terhadap semua aktivitas yang
dilakukan oleh perusahaan baik manajer maupun karyawan untuk menciptakan suatu
produk yang dapat memberikan kepuasan tertentu bagi pelanggan dan juga para
pemegang saham. Dalam hal ini perusahaan berfokus pada tiga proses bisnis utama
yaitu:
2.12.5.4.1 Proses inovasi
Dalam
proses penciptaan nilai tambah bagi pelanggan, proses inovasi merupakan salah
satu kritikal proses, dimana efisiensi dan efektifitas serta ketepatan waktu
dari proses inovasi ini akan mendorong terjadinya efisiensi biaya pada proses
penciptaan nilat tambah bagi pelanggan. Secara garis besar proses inovasi dapat
dibagi menjadi dua yaitu:
a.
Pengukuran terhadap proses
inovasi yang bersifat penelitian dasar dan terapan
b.
Pengukuran terhadap proses
pengembangan produk.
2.12.5.4.2 Proses Operasi
Pada
proses operasi yang dilakukan oleh masing-masing organisasi bisnis, lebih
menitikberatkan pada efisiensi proses, konsistensi, dan ketepatan waktu dari
barang dan jasa yang diberikan kepada pelanggan.
2.12.5.4.3 Pelayanan Purna Jual
Tahap
terakhir dalam pengukuran proses bisnis internal adalah dilakukannya pengukuran
terhadap pelayanan purna jual kepada pelanggan. Pengukuran ini menjadi
bagian yang cukup penting dalam proses bisnis internal, karena pelayanan purna
jual ini akan berpengaruh terhadap tingkat kepuasan pelanggan.
2.12.5.5 Perspektif
Pertumbuhan dan Pembelajaran
Kaplan
(Kaplan, 88: 2009) mengungkapkan betapa pentingnya suatu organisasi bisnis
untuk terus mempertahankan karyawannya, memantau kesejahteraan karyawan dan
meningkatkan pengetahuan karyawan karena dengan meningkatnya tingkat
pengetahuan karyawan akan meningkatkan pula kemampuan karyawan untuk
berpartisipasi dalam pencapaian hasil ketiga perspektif diatas dan tujuan
perusahaan. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan organisasi merupakan faktor
pendorong dihasilkannya kinerja yang istimewa dalam tiga perspektif Balanced
Scorecard.
2.12.6 Keunggulan dan Manfaat Balanced scorecard
Keunggulan
Balanced scorecard dalam konsep pengukuran kinerja yang memiliki
karakteristik sebagai berikut:
a. Komprehensif : Sebelum konsep Balanced
Scorecard ditemukan, perusahaan beranggapan bahwa perspektif keuangan adalah
perspektif yang paling tepat untuk mengukur kinerja perusahaan. Setelah
keberhasilan Balanced Scorecard, para eksekutif perusahaan baru
menyadari output yang dihasilkan oleh perspektif keuangan sesungguhnya
merupakan hasil dari tiga perspektif lainnya, yaitu pelanggan, proses bisnis
internal dan pembelajaran pertumbuhan. Dengan adanya perluasan pengukuran ini
diharapkan manfaat yang diperoleh oleh perusahaan adalah pelipatgandaan
keuangan di jangka panjang dan meningkatkan kemampuan perusahaan untuk memasuki
arena bisnis yang kompleks.
b.
Koheren : Balanced Scorecard mewajibkan personal untuk membangun
hubungan sebab akibat diantara berbagai sasaran yang dihasilkan dalam
perencanaan strategik. Setiap sasaran strategik yang ditetapkan dalam
perspektif non keuangan harus mempunyai hubungan kausal dengan sasaran keuangan
baik secara langsung maupun tidak langsung.
c.
Seimbang : Keseimbangan sasaran strategik yang dihasilkan dalam empat
perspektif meliputi jangka pendek dan panjang berfokus pada faktor internal dan
eksternal. Keseimbangan dalam Balanced Scorecard juga tercermin
dengan selarasnya scorecard personal staf dengan scorecard perusahaan sehingga
setiap personal yang ada dalam perusahaan bertanggung jawab untuk memajukan
perusahaan.
d.
Terukur : Dasar pemikiran bahwa setiap perspektif dapat diukur adalah adanya
keyakinan bahwa “if we can measure it, we can manage it, if we can
manage it, we can achieve it”. Sasaran strategik yang sulit diukur seperti
pada perspektif pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan
pertumbuhan dengan menggunakan Balanced Scorecard dapat dikelola
sehingga dapat diwujudkan.
2.12.7 Cara Pengukuran dalam Balanced Scorecard
Sasaran
strategik yang dirumuskan untuk mencapai visi dan tujuan organisasi melalui
strategi yang telah dipilih perlu ditetapkan ukuran pencapaiannya. Ada dua
ukuran yang perlu ditetapkan untuk mengukur keberhasilan pencapaian sasaran
strategik, yaitu: ukuran hasil dan ukuran pemacu kinerja. Ukuran hasil
merupakan ukuran yang menunjukkan tingkat keberhasilan pencapaian sasaran
strategik, sedangkan ukuran pemacu kinerja merupakan ukuran yang menyebabkan
hasil yang dicapai. Cara pengukuran dalam Balanced Scorecard adalah
mengukur secara seimbang antara perspektif yang satu dengan perspektif yang
lainnya dengan tolok ukur masing-masing perspektif. Menurut Mulyadi (188:
2009), kriteria keseimbangan digunakan untuk mengukur sampai sejauh mana
sasaran strategik kita capai seimbang di semua perspektif.
2.12.8 Penelitian Terdahulu
Beberapa
penelitian mengenai Balanced Scorecard telah dilakukan pada beberapa
perusahaan untuk mengukur kinerja perusahaan. Penelitian tersebut menunjukkan
bahwa pengukuran kinerja dengan konsep Balanced Scorecard lebih
memberikan informasi yang akurat, karena tidak hanya mengukur kinerja keuangan,
tetapi juga kinerja non keuangan.