Selama ini kita hanya tahu narkotika dari mendengarnya saja tanpa mengetahui asal usul dan jenisnya secara detail. Sehingga saat ingin mengetahui bagaimana proses narkotika saat menggerogoti penggunanya masih mengambang, antara keyakinan berbahayanya terhadap tubuh dan keraguannya terhadap efek narkotika ini. Karena mengambangnya pengetahuan tentang narkotika ini sendiri, maka ketika kita ingin bersosialisasi tentang bahaya penyalahgunaan narkotika tidak akan maksimal penyampaiannya. Maka dari itu pengetahuan dasar tentang narkotika perlu dipelajari dengan baik.
Pada kesempatan mengikuti Training On Trainer (TOT) BNN bagi perwakilan BNNP di seluruh Indonesia di Hotel Neo Jakarta, akhir Maret 2014 lalu, dengan narasumber Dra.Riza Sarasvita, Msi, MHS, PhD dari Kementerian Kesehatan RI, mendapatkan wawasan tentang terminologi narkotika yang dibagi menjadi 4 Bagian, diantaranya:
1. Terminologi 1
Dalam terminologi 1 yang dijelaskan Ibu Riza, mengacu pada UU 35/2009, definisi Narkotika adalah obat yang berasal dari tanaman ataupun bukan dan yang sintesis atau semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkanm ketergantungan.
Dalam hal ini, penggolongan Narkotika dalam Undang-Undang tidak sejalan dengan terminologi yang ada pada Farmakologi, jadi yang dapat dipakai sebagai dasar adalah besaran masalah penggunaannya.
2. Terminologi 2
Narkotika berasal dari Bahasa Yunani dari kata Narkotikos yang artinya obat apa saja yang bisa menginduksi untuk tidur.Selalu diartikan dalam lingkup yang lebih sempit, yaklni Opioda. Dalam konteks legal, sebagai senyawa yang sering disalahgunakan dan bersifat adiktif.
3. Terminologi 3
Ketergantungan zat (Narkotika) menurut UU No 35/2009 yang ditandai oleh dorongan secara terus menerus dengan takaran yang meningkat agar menghasilkan efek yang sama dan apabila penggunaan dikurangi atau dihentikan secara tiba-tiba, akan menimbulkan gejala fisik yang khas.
Hal ini terjadi karena penggunaan zat berulang kali secara teratur sehingga terjadi gejala toleransi dan gejala putus zat. Keadaan ini dapat terjadi sekalipun untuk tujuan terapeutik.
4. Terminologi 4
Tahun 1987, American Psychiatric Association (APA) menggunakan istilah ketergantungan zat bagi penggunaan zat yang tak terkendali yang lazim disebut adiksi. Istilah Adiksi ditinggalkan karena mengandung konotasi negatif bagi pasien.
Klasifikasi Zat Psikoaktif (PPDGJ III) adalah sebagai berikut :
1. Alkohol: Minuman ber-etanol seperti bir, wiski, vodka, brem, tuak, saguer, ciu dan arak.
2. Opiodia: Candu, morfin, heroin, petidin, kodein dan metadon.
3. Kanabinoid: Ganja atau mariyuana, hashih.
4. Sedatif dan hipnotik: Nitrazepam, klonasepam, bromazepam.
5. Kokain: Daun Koka, pasta kokain, bubuk kokain
6. Stimulan lain: Kafein, metamfetamin, MDMA.
7. Halusinogen: LSD, meskalin, psilosin, psilosibin.
8. Tembakau yang mengandung zat psikoatif nikotin.
9. Inhalansia atau bahan pelarut yang mudah menguap, misalnya minyak cat, lem dan aseton.
Seperti yang harus kita ketahui, bahwa Narkotika untuk beberapa golongan, disatu sisi mempunyai manfaat sebagai pendukung ilmu pengetahuan dan pengobatan, agar aturannya jelas dan terukur, serta tidak menimbulkan masalah yang tidak diinginkan, maka diatur dalam UU 35/2009, yang menjelaskan aturan dalam penggolongan sebagai berikut:
Golongan I : opium, heroin, kokain, ganja, metakualon, metamfetamin, MDMA, STP dan fensiklidin.
Dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan, karena akibatnya yang terlalu beresiko dan akan menimbulkan efek kerugian jangka panjang bagi individu tersebut.
Tetapi dalam jumlah terbatas dapat digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan untuk reagensia diagnostik, serta reagensia laboratorium setelah mendapatkan persetujuan menteri atas rekomendasi kepala BPOM seperti yang tercantum pada Pasal 8.
Golongan II: morfin, petidin, metadon
Narkotika golongan II ini berpotensi tinggi menyebabkan ketergantungan, jika digunakan sebagai pengobatan, dapat digunakan sebagai pilihan terakhir.
Golongan III : kodein, bufrenorfin
Biasanya digunakan dalam terapi karena berpotensi ringan dalam menyebabkan ketergantungan.
Semua zat yang terkandung dalam Narkotika Psikoaktif, menurut Ibu Riza, memberikan efek kenikmatan menurut pemakainya, akan memengaruhi kerja otak dan akhirnya terjadi perubahan perilaku yang akan menjadi lebih aktif atau menjadi lamban, perasaan (euforia), proses pikir yang lebih cepat atau menjadi lebih lamban, isi pikir (waham), persepsi (halusinasi), kesadaran (menurun atau lebih siaga). Bila zat psikoaktif dikonsumsi berlebih, akan terjadi intoksikasi akut sampai overdosis.
Masyarakat perlu diberikan penerangan mulai dari mengenalkan jenis, penggolongan dan fungsi dari narkotika dalam kehidupan manusia. Harus dipahami karena narkotika berperan juga dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pengobatan medis.
Upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba melalui pendekatan edukasi, pengenalan jenis narkotika dan bahayanya akan lebih efisien dalam pembentukan pemahaman yang mudah bagi masyarakat tentang prosesnya perubahan fisik yang memburuk akibat narkotika yang dikonsumsinya. Selain pendekatan edukasi, diperlukan pula pendekatan rohani dan kegiatan-kegiatan bermanfaat dalam masyarakat.
Misalnya, untuk sasaran anak muda, bisa difokuskan dalam kegiatan prakarya, membekalinya dengan keahlian yang dapat menjadi bekalnya dimasa depan, sehingga dirinya sibuk dengan persiapan masa depannya, dengan mempelajari hal-hal yang bermanfaat. Sehingga mereka tak ada waktu lagi untuk mencoba-coba narkotika dan obat-obatan terlarang lainnya.
Bagi yang sudah telanjur kecanduan, sebaiknya direhabilitasi jika tak tersangkut masalah kriminal sebagai pengedar atau kejahatan lainnya. Dengan demikian, para pecandu dapat terselamatkan dan memperoleh kesempatan untuk menjalani hidup barunya dengan berkarya lebih baik lagi. Untuk target Indonesia di Tahun 2015 untuk Indonesia bebas Narkoba, langkah mengedukasi masyarakat tentang bahaya penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang perlu digalakkan. Bisa dilakukan secara individu, kelompok atau bekerjasama dengan narasumber kompeten dan suatu badan yang mendukung anti penyalahgunaan narkoba.
Indonesia bergegas untuk kebaikan masa depan bangsa yang lebih baik, produktif, kreatif dan inovatif tanpa narkoba. Langkah pencegahan penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang beserta penyelamatan pecandu dengan jalan rehabilitasi merupakan salah satu dukungan untuk menyelamatkan bangsa untuk terhindar dari kans terjadinya lost generation di negara kita. Masa depan bangsa terletak pada generasi penerus, maka dari itu mari kita lindungi mereka dari bahaya penyalahgunaan narkotika dan obat-obat terlarang. (Ani Berta) (adv)
Pada kesempatan mengikuti Training On Trainer (TOT) BNN bagi perwakilan BNNP di seluruh Indonesia di Hotel Neo Jakarta, akhir Maret 2014 lalu, dengan narasumber Dra.Riza Sarasvita, Msi, MHS, PhD dari Kementerian Kesehatan RI, mendapatkan wawasan tentang terminologi narkotika yang dibagi menjadi 4 Bagian, diantaranya:
1. Terminologi 1
Dalam terminologi 1 yang dijelaskan Ibu Riza, mengacu pada UU 35/2009, definisi Narkotika adalah obat yang berasal dari tanaman ataupun bukan dan yang sintesis atau semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkanm ketergantungan.
Dalam hal ini, penggolongan Narkotika dalam Undang-Undang tidak sejalan dengan terminologi yang ada pada Farmakologi, jadi yang dapat dipakai sebagai dasar adalah besaran masalah penggunaannya.
2. Terminologi 2
Narkotika berasal dari Bahasa Yunani dari kata Narkotikos yang artinya obat apa saja yang bisa menginduksi untuk tidur.Selalu diartikan dalam lingkup yang lebih sempit, yaklni Opioda. Dalam konteks legal, sebagai senyawa yang sering disalahgunakan dan bersifat adiktif.
3. Terminologi 3
Ketergantungan zat (Narkotika) menurut UU No 35/2009 yang ditandai oleh dorongan secara terus menerus dengan takaran yang meningkat agar menghasilkan efek yang sama dan apabila penggunaan dikurangi atau dihentikan secara tiba-tiba, akan menimbulkan gejala fisik yang khas.
Hal ini terjadi karena penggunaan zat berulang kali secara teratur sehingga terjadi gejala toleransi dan gejala putus zat. Keadaan ini dapat terjadi sekalipun untuk tujuan terapeutik.
4. Terminologi 4
Tahun 1987, American Psychiatric Association (APA) menggunakan istilah ketergantungan zat bagi penggunaan zat yang tak terkendali yang lazim disebut adiksi. Istilah Adiksi ditinggalkan karena mengandung konotasi negatif bagi pasien.
Klasifikasi Zat Psikoaktif (PPDGJ III) adalah sebagai berikut :
1. Alkohol: Minuman ber-etanol seperti bir, wiski, vodka, brem, tuak, saguer, ciu dan arak.
2. Opiodia: Candu, morfin, heroin, petidin, kodein dan metadon.
3. Kanabinoid: Ganja atau mariyuana, hashih.
4. Sedatif dan hipnotik: Nitrazepam, klonasepam, bromazepam.
5. Kokain: Daun Koka, pasta kokain, bubuk kokain
6. Stimulan lain: Kafein, metamfetamin, MDMA.
7. Halusinogen: LSD, meskalin, psilosin, psilosibin.
8. Tembakau yang mengandung zat psikoatif nikotin.
9. Inhalansia atau bahan pelarut yang mudah menguap, misalnya minyak cat, lem dan aseton.
Seperti yang harus kita ketahui, bahwa Narkotika untuk beberapa golongan, disatu sisi mempunyai manfaat sebagai pendukung ilmu pengetahuan dan pengobatan, agar aturannya jelas dan terukur, serta tidak menimbulkan masalah yang tidak diinginkan, maka diatur dalam UU 35/2009, yang menjelaskan aturan dalam penggolongan sebagai berikut:
Golongan I : opium, heroin, kokain, ganja, metakualon, metamfetamin, MDMA, STP dan fensiklidin.
Dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan, karena akibatnya yang terlalu beresiko dan akan menimbulkan efek kerugian jangka panjang bagi individu tersebut.
Tetapi dalam jumlah terbatas dapat digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan untuk reagensia diagnostik, serta reagensia laboratorium setelah mendapatkan persetujuan menteri atas rekomendasi kepala BPOM seperti yang tercantum pada Pasal 8.
Golongan II: morfin, petidin, metadon
Narkotika golongan II ini berpotensi tinggi menyebabkan ketergantungan, jika digunakan sebagai pengobatan, dapat digunakan sebagai pilihan terakhir.
Golongan III : kodein, bufrenorfin
Biasanya digunakan dalam terapi karena berpotensi ringan dalam menyebabkan ketergantungan.
Semua zat yang terkandung dalam Narkotika Psikoaktif, menurut Ibu Riza, memberikan efek kenikmatan menurut pemakainya, akan memengaruhi kerja otak dan akhirnya terjadi perubahan perilaku yang akan menjadi lebih aktif atau menjadi lamban, perasaan (euforia), proses pikir yang lebih cepat atau menjadi lebih lamban, isi pikir (waham), persepsi (halusinasi), kesadaran (menurun atau lebih siaga). Bila zat psikoaktif dikonsumsi berlebih, akan terjadi intoksikasi akut sampai overdosis.
Masyarakat perlu diberikan penerangan mulai dari mengenalkan jenis, penggolongan dan fungsi dari narkotika dalam kehidupan manusia. Harus dipahami karena narkotika berperan juga dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pengobatan medis.
Upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba melalui pendekatan edukasi, pengenalan jenis narkotika dan bahayanya akan lebih efisien dalam pembentukan pemahaman yang mudah bagi masyarakat tentang prosesnya perubahan fisik yang memburuk akibat narkotika yang dikonsumsinya. Selain pendekatan edukasi, diperlukan pula pendekatan rohani dan kegiatan-kegiatan bermanfaat dalam masyarakat.
Misalnya, untuk sasaran anak muda, bisa difokuskan dalam kegiatan prakarya, membekalinya dengan keahlian yang dapat menjadi bekalnya dimasa depan, sehingga dirinya sibuk dengan persiapan masa depannya, dengan mempelajari hal-hal yang bermanfaat. Sehingga mereka tak ada waktu lagi untuk mencoba-coba narkotika dan obat-obatan terlarang lainnya.
Bagi yang sudah telanjur kecanduan, sebaiknya direhabilitasi jika tak tersangkut masalah kriminal sebagai pengedar atau kejahatan lainnya. Dengan demikian, para pecandu dapat terselamatkan dan memperoleh kesempatan untuk menjalani hidup barunya dengan berkarya lebih baik lagi. Untuk target Indonesia di Tahun 2015 untuk Indonesia bebas Narkoba, langkah mengedukasi masyarakat tentang bahaya penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang perlu digalakkan. Bisa dilakukan secara individu, kelompok atau bekerjasama dengan narasumber kompeten dan suatu badan yang mendukung anti penyalahgunaan narkoba.
Indonesia bergegas untuk kebaikan masa depan bangsa yang lebih baik, produktif, kreatif dan inovatif tanpa narkoba. Langkah pencegahan penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang beserta penyelamatan pecandu dengan jalan rehabilitasi merupakan salah satu dukungan untuk menyelamatkan bangsa untuk terhindar dari kans terjadinya lost generation di negara kita. Masa depan bangsa terletak pada generasi penerus, maka dari itu mari kita lindungi mereka dari bahaya penyalahgunaan narkotika dan obat-obat terlarang. (Ani Berta) (adv)